Sabtu, 17 Mei 2025

Setrika Terakhir

                             “Setrika Terakhir”





Akhir pekan datang seperti biasa, bukan berarti leha-leha total. Tapi hari itu, Afnan si kecil yang sedang masa-masa keemasannya dalam dunia masak-masakan plastik lagi anteng banget. Sebuah keajaiban. Maka kuputuskan untuk rebahan sejenak. Cuma sebentar, sebelum tumpukan baju di pojok ruangan itu mulai menatapku dengan tatapan penuh harap.


Baru juga duduk sambil nyolek kerjaan setrika, tiba-tiba suara khasnya terdengar: “Tiiit... klik.”

Lho, mati? Kucoba nyalakan lagi. Diam.

Kutoleh ke arahnya, dan entah kenapa rasanya seperti sedang menatap sahabat lama yang sedang pamit.

Ya, wajar saja... dia udah nemenin dari 2019. Hasil berburu di flash sale tengah malam, cuma 70 ribu. Dulu aku bangga banget bisa dapat harga segitu. Ustadzah yang lain aja kalah cepet waktu itu.


Setrika ini bukan sekadar alat dia adalah pahlawan rumah tangga. Sudah menyetrika baju sebelum pengajian, seragam Abuy, bahkan gamis buat kondangan dadakan dan untuk acara bulanan Ustadzah alias mukafaah (gaji). Dia setia, meski kabelnya sempat ditali pakai selotip, meski pegangan plastiknya udah retak-retak.


Tapi ya sudahlah, setiap yang datang pasti akan pergi.

Setrika ini kini masuk masa pensiun, mungkin dengan bahagia. Aku sendiri yang akan ganti dia. Demi nyetrika yang lebih aman, lebih cepat, dan harapannya lebih hemat listrik.


Hidup emak-emak itu emang nggak jauh dari uap panas. Tapi di balik semua itu, ada tawa, kenangan, dan cerita yang bikin setiap rutinitas jadi istimewa.


Hari itu, aku mengantar setrika tua ke pojok gudang.

"Terima kasih ya," bisikku.

Lalu kulirik Afnan yang masih sibuk di dapur kecilnya.

Ah, sepertinya aku masih punya waktu lima menit lagi untuk rebahan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar