Selasa, 05 Agustus 2025

Persahabatan yang Dijaga Jarak dan Doa

 


Walau Jarak Memisahkan, Kita Masih Saling Support 


Beberapa bulan nggak ada kabar, tiba-tiba aku lihat statusnya. Refleks aku langsung sapa dan cerita. Rasanya kayak bertemu sahabat lama yang dulu sering bareng di pondok. Dan ternyata… sambutannya hangat seperti dulu.


Beberapa hari kemudian, kami lanjut chat lewat WhatsApp. Saling bertanya kabar, saling tanya soal anak, dan akhirnya masuk ke obrolan yang bikin aku makin semangat: soal mengenalkan Qur'an ke anak sejak dini.


Dia cerita, anaknya yang dia panggil Uway baru berusia 2 tahun, tapi sudah ikut kelas tahfidz. Bahkan sudah bisa baca iqro dan ditalaqqi surat An-Naba. MasyaAllah banget. Aku langsung penasaran, tanya: "Metode apa sih yang dia pakai? Kok bisa segigih itu ngajarin anak?"


Dia cerita dengan ringan, dan aku menyimak dengan mata berbinar-binar. Rasanya tuh kayak nemu teman seperjuangan yang selama ini aku butuhkan. Jujur, walaupun lingkungan mendukung, aku sering ngerasa kurang support dalam hal ngajarin anak cinta Al-Qur’an. Obrolan sama dia tuh bikin aku merasa nggak sendiri.


Kami memang pernah punya mimpi bareng. Waktu masih di pondok, kami suka cerita gimana pengen jadi ibu yang berarti, yang ngajarin Qur'an ke anak-anaknya, yang saling menguatkan dalam kebaikan. Sekarang walaupun jarak memisahkan, ternyata obrolan kami masih sama: ingin jadi ibu yang bermanfaat, ingin menumbuhkan cinta Qur'an di hati anak-anak.


Dia lagi baca buku "Alhamdulillah Balitaku Hafal Al-Qur'an" karya Ustadzah DR. Sarmini, LC, MA. Aku jadi penasaran juga. Rasanya pengen ikutan baca dan praktek juga.


Kadang aku rindu masa-masa dulu, saat masih single. Saat semua terasa ringan. Tapi aku sadar, waktu nggak bisa diulang. Sekarang kita sudah di fase masing-masing, sudah jadi istri, sudah jadi ibu, dan punya banyak amanah.


Tapi satu hal yang nggak berubah...

Aku tetap bersyukur pernah kenal kamu.

Terima kasih sudah tetap jadi sosok yang menguatkan, walau lewat status singkat dan chat yang penuh manfaat. 


Semoga Allah terus jaga semangat kita. Semoga kita bisa terus belajar dan bertumbuh. Dan kalaupun kita tak bisa sering bertemu di dunia, semoga Allah pertemukan kita di surga-Nya. Aamiin yaa Rabbal ‘alamin.


Pengen banget ketemu, tapi sekarang semuanya butuh pertimbangan. Sudah menikah, ada tanggung jawab, perlu izin ke suami juga. Tapi aku percaya, doa yang saling menyentuh langit... bisa menyambung hati meski raga jauh.




Apa yang bikin aku overthinking? Bisa ga dikendalikan pelan-pelan



Kayak hari ini aja. Pulang les lalu keinget cucian yang belum dikeringin. Keinget pengen bakso Bogem😅 laper ini mah. Belum masak buat sore, keinget Afnan tadi malam tidurnya kemaleman. Lalu keinget... dan keinget lagi.


Rasanya kayak otakku nggak bisa diam, padahal badanku udah lelah.

Aku baru sadar...

Ternyata aku lagi overthinking.

Kenapa bisa overthinking? 


Kayaknya karena aku terlalu mikirin banyak hal dalam satu waktu.

Dan karena aku takut:

1. Takut nggak maksimal ngajar.

2. Takut nggak cukup perhatian sama anak.

3. Takut suami kecewa.

4. Takut kelihatan gagal.

5. Takut dilihat orang. 

Padahal kalau dipikir-pikir, semuanya belum tentu kejadian. Tapi pikiran ini tuh suka jahat, suka bikin seolah semuanya darurat. Seolah semua harus sempurna. Seolah kalau aku gagal, dunia runtuh.

Bisa nggak sih dikendalikan? 

Bisa Tapi nggak langsung.

Aku coba mulai dari sadar dulu.

Sadar kalau aku lagi overthinking.

Terus aku tarik napas. Lalu bilang ke diri sendiri,

"Nggak harus semuanya sekarang. Pelan-pelan."

Kadang aku berhenti sebentar, duduk, atau nulis di HP. Kadang cuma nulis...

"Hari ini pusing. Tapi semoga tetap kuat."

"Ya Allah, aku capek. Tapi aku tahu Engkau Maha Melihat. Tolong bantu aku."

Itu aja udah cukup bikin hati lebih tenang.

Hal-hal kecil yang membantu 

1. Beresin satu pekerjaan dulu.

Jangan mikir semua. Fokus satu aja. Cuci piring dulu. Atau mandiin anak dulu. Yang penting jalan.

2. Curhat sama Allah.

Kadang nggak butuh solusi langsung. Cuma butuh merasa didengerin.

3. Bikin jurnal singkat.

Nulis 2-3 kalimat tentang hari ini. Supaya isi kepala keluar dan nggak numpuk.


Aku belum sepenuhnya bebas dari overthinking. Tapi sekarang aku belajar buat nggak terlalu larut. Aku belajar buat istirahat, buat ikhlas, buat pelan-pelan.

Kalau kamu juga sering overthinking, nggak apa-apa. Kita manusia. Kita ibu. Kita lelah, dan itu wajar.

Yang penting… jangan lupa kasih ruang buat diri sendiri.

Nggak harus sempurna, cukup terus belajar. 




#JournalingDay5

Senin, 04 Agustus 2025

Coba ungkapkan dari masa lalu yang udah waktunya aku lepas dan ikhlas kan




Yang Udah Saatnya Aku Lepasin


Sebagai ibu, istri, guru, mahasiswi, dan juga manusia biasa… kadang aku terlalu sibuk jalan terus, sampai nggak sadar ternyata ada yang masih aku bawa dari masa lalu.


Padahal kelihatannya aku baik-baik aja.

Ngurus rumah, ngajar anak-anak, kuliah, nemenin anak main, masak, beberes… semua jalan.

Tapi di sela-sela itu, kadang ada perasaan yang muncul diam-diam.

Rasa sesal, rasa capek yang belum selesai, luka-luka kecil yang aku pikir udah hilang tapi ternyata belum.

Sebagai ambivert, kadang aku bisa cerita, tapi nggak selalu.

Kadang butuh temen ngobrol, tapi juga butuh ruang buat sendiri.

Dan saat sepi di tengah malam nangis sendiri pas sujud itu rasanya adem banget curhat sama sang khalik... 

Tentang hal-hal yang dulu aku sesali.

Tentang orang-orang yang pernah nyakitin.

Tentang keputusan yang pernah bikin hati berat.

Tentang versi diriku dulu yang aku harap bisa aku peluk dan bilang, "Kamu nggak salah kok."


Aku capek nahan semuanya sendiri. Tapi juga nggak selalu tahu harus cerita ke siapa.

Akhirnya ya gitu, disimpan. Padahal makin disimpan, makin sesak.


Tapi makin ke sini aku belajar... mungkin udah saatnya aku lepaskan.

Bukan karena aku pura-pura kuat, tapi karena aku pengen lega.


Allah tahu semua yang aku rasakan, bahkan yang nggak sempat aku ceritakan.


"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."

(QS. Al-Baqarah: 286)


Aku cuma pengen hidup lebih ringan.

Nggak ngerasa terus dibayangin masa lalu.

Nggak ngerasa gagal karena keputusan yang dulu.

Aku cuma pengen damai sama diriku sendiri.


Kalau hari ini aku masih belum bisa sepenuhnya ikhlas, nggak apa-apa.

Yang penting aku tahu, aku sedang menuju ke sana. Pelan-pelan, tapi niatnya benar.


Dan semoga… yang aku lepaskan, Allah ganti dengan hati yang lebih lapang, dan langkah yang lebih tenang.




#JournalingDay4



Minggu, 03 Agustus 2025

Kalau aku bisa mengekspresikan diri tanpa takut dinilai, aku pengen ngelakuin apa?


Aku tipe orang yang lebih sering memendam, tapi aku suka cerita sama suamiku yang selalu  mendengarkan keluh kesahku, walaupun sambil nonton atau main hp. bukan karena nggak punya suara, tapi karena terlalu banyak hal yang ingin disampaikan, dan bingung mulai dari mana.


Kadang aku pengen cerita, tapi pikiranku cepat membisik, "Nggak usah. Ga terlalu penting. "

Kadang aku pengen jujur, tapi mulutku tertahan, "Sudahlah. Nggak semua harus tahu."

Padahal di dalam, hatiku ribut sendiri.


Kalau aku nggak takut dinilai, aku mungkin akan lebih sering bilang... 

"Aku sedang tidak baik-baik saja, tapi aku sedang belajar menerima."

"Aku sayang, tapi nggak selalu bisa nunjukin."

"Aku butuh ruang, tapi bukan berarti menolak kehadiran."


Aku introvert, kadang jadi ambivert. Kadang terlalu banyak hal yang hanya bisa aku selesaikan dalam diam. Kadang butuh jeda dari keramaian, bahkan dari percakapan. Bukan karena nggak peduli, tapi justru karena semuanya terasa terlalu dalam buatku.


Tapi meski diam, hatiku tetap ingin dekat. Terutama… dekat dengan Allah.


"Sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan doa orang yang berdoa ketika ia berdoa kepada-Ku."

(QS. Al-Baqarah: 186)


Itu ayat yang sering banget bikin aku merasa tenang. Bahwa meski aku nggak pandai berkata-kata, Allah tetap mendengarkan bisikan hati yang paling lirih.


Aku nggak harus selalu kuat di depan orang. Nggak harus selalu menjelaskan semuanya. Karena Allah Maha Tahu, bahkan saat aku sendiri belum tahu cara mengungkapkannya.


Kalau kamu juga tipe yang lebih banyak mikir daripada ngomong, lebih nyaman di balik layar daripada di tengah keramaian… kamu nggak sendiri.


Kita sedang belajar hal yang sama... 

Berani jujur, meski pelan-pelan.

Berani terbuka, walau hanya sedikit.

Dan yang paling penting, berani datang pada Allah, dengan versi kita yang paling sunyi.



#JournalingDay3

Sabtu, 02 Agustus 2025

Akhir-akhir Ini, Ada yang Terasa Nggak Enjoy


Akhir-akhir Ini, Ada yang Terasa Nggak Enjoy


Nggak tahu kenapa, akhir-akhir ini aku ngerasa ada yang beda. Rasanya kayak… ada bagian dari hari-hari yang berjalan tapi nggak sepenuhnya aku nikmati. Bukan karena ada hal besar yang salah, tapi lebih ke hal-hal kecil yang kalau dikumpulkan bikin hati jadi agak berat.


Mungkin karena rutinitas yang padat. Bangun pagi, urus rumah, ngajar, nemenin anak, kadang nyuri waktu buat nulis. Semua bisa dijalani, tapi kok rasanya kayak tenaga dan pikiran terus diperas tanpa sempat diisi ulang.


Aku juga sadar, aku butuh jeda. Tapi seringkali pas jeda itu datang, malah muncul rasa bersalah. "Ah, aku harusnya ngapa-ngapain deh, jangan rebahan aja." Padahal mungkin justru itulah tanda tubuh dan hati lagi minta istirahat.


Ada juga ekspektasi dari dalam diri sendiri. Pengen jadi istri yang sholihah, ibu yang sabar, guru yang menyenangkan, penulis blog yang konsisten. Tapi realitanya… nggak semua bisa tercapai dalam satu waktu. Dan kadang itu bikin sedih sendiri.


Aku jadi teringat bahwa hati manusia memang bisa lelah. Bahkan Nabi ï·º pun pernah mengalami masa-masa berat. Tapi beliau tidak mengeluh, beliau mengadu kepada Allah. Seperti dalam firman-Nya:


"Dan hanya kepada Allah-lah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku."

(QS. Yusuf: 86)


Dan memang, tempat terbaik untuk menumpahkan rasa penat ini adalah di hadapan-Nya. Bukan dengan marah-marah, bukan dengan menyalahkan keadaan, tapi dengan duduk diam, berdoa, dan bilang, “Ya Allah, aku capek. Tapi aku tahu Engkau selalu ada.”


Mungkin aku juga lagi butuh momen kecil yang membahagiakan. Sekadar ngobrol santai sama suami tanpa gangguan, bikin kue bareng anak sambil ketawa-ketawa, atau duduk minum teh tanpa mikir apa-apa.


Tapi ya… hidup nggak selalu ideal. Dan nggak apa-apa juga sih untuk ngerasa nggak enjoy sesekali. Yang penting, aku sadar dan mau jujur sama diri sendiri. Karena kata Rasulullah ï·º:


“Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling kontinu walaupun sedikit."

(HR. Bukhari dan Muslim)


Jadi meskipun hari-hari nggak selalu terasa sempurna, aku percaya… selama aku terus berjalan, walau pelan-pelan, itu tetap bernilai di sisi-Nya.


Jumat, 01 Agustus 2025

Apa arti merdeka menurut versi aku sendiri?


Apa Arti Merdeka Menurutku?

Kalau ditanya apa arti merdeka menurutku, jujur aku langsung mikir panjang. Soalnya ternyata arti merdeka itu nggak sesederhana itu bebas dong. Buatku, merdeka itu bukan cuma soal negara, tapi juga soal diri sendiri.


Merdeka itu... saat aku bisa menjalani hari-hari sesuai pilihan hidupku, tanpa harus memuaskan ekspektasi semua orang. Merdeka itu bisa jadi ibu rumah tangga tanpa merasa rendah diri, bisa tetap berbagi ilmu lewat les privat walaupun sambil bawa anak, bisa menikmati es goyobod di siang hari tanpa drama anak tantrum, tetap belajar dan berkembang meski sibuk urus anak, rumah, dan suami.


Merdeka itu bisa bilang "aku capek" tanpa harus merasa bersalah. Bisa istirahat tanpa ngerasa malas. Bisa jujur sama diri sendiri. Bisa nangis, bisa minta tolong, bisa gagal, dan bangkit lagi tanpa takut dicap lemah.


Dan yang paling penting, merdeka itu... saat hati ini pelan-pelan belajar lepas dari bergantung sama manusia, dan cuma berharap sama Allah. Nggak gampang sih, tapi aku ngerasa itu versi merdeka yang paling relate. 


Jadi ya, buatku... merdeka itu bukan soal teriak "MERDEKA" di tanggal 17 Agustus aja. Tapi soal bisa hidup dengan tenang, jujur, dan tetap dekat sama Allah dalam segala pilihan hidup yang aku ambil.




#JournalingDay1 

Hari ini aku bersyukur karena memiliki fisik yang sempurna tanpa kekurangan satupun

Hari ini, entah kenapa aku merasa ingin berhenti sejenak. Duduk diam, tarik napas panjang, dan melihat ke dalam diri. Bukan karena sedang sedih atau galau, justru karena aku sedang merasa… cukup.

Tiba-tiba aku tersadar, betapa banyak nikmat yang seringkali aku lewatkan begitu saja. Salah satunya: tubuh ini.

Aku bisa berjalan ke dapur, menyapu rumah, bermain kejar-kejaran sama Afnan, bisa suapin suami, mengajar anak-anak dengan penuh semangat. Aku bisa melihat huruf-huruf kecil saat mengoreksi buku, bisa mendengar celoteh lucu murid-murid, bisa berbicara, bisa tertawa, bisa menangis, semua dengan tubuh ini yang Allah ciptakan tanpa kekurangan satu pun.

Nggak ada yang sakit, nggak ada yang kurang, semuanya berfungsi.

Kadang aku terlalu fokus pada hal-hal yang belum aku capai. 

"Ya Allah, terima kasih. Engkau beri aku fisik yang sempurna. Engkau titipkan tubuh ini dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik. Bahkan di hari-hari lelahku, tubuh ini tetap bekerja setia."

Padahal sering banget aku sibuk mikirin hal-hal yang bikin stres. Rumah belum rapi, kerjaan belum kelar, cucian numpuk, target ini itu belum tercapai.

Tapi aku lupa… nikmat yang paling dasar aja udah luar biasa.

Bahkan bangun pagi bisa duduk sendiri itu nikmat. Bisa ngerjain semua dari subuh sampai malam, walau kadang ngos-ngosan, tetap nikmat.

Aku tahu, tidak semua orang diberi nikmat ini. Maka malu banget rasanya kalau aku masih suka mengeluh soal hal-hal kecil, sementara tubuh ini saja sudah merupakan karunia yang luar biasa besar.

Semoga aku bisa lebih pandai bersyukur. Tidak hanya di lisan, tapi juga dalam tindakan. Menjaga tubuh ini sebaik mungkin. Menggunakannya untuk hal-hal yang Allah ridhai. Menjaga amanah yang sudah Allah percayakan.


Hari ini, aku bersyukur. Semoga besok tetap begitu, bahkan lebih dalam lagi.

"Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan tambah (nikmat itu) untuk kalian."

(QS. Ibrahim: 7)



#JournalingDay1