Rabu, 08 Oktober 2025

Perasaan apa yang sering aku pura-pura nggak rasain? Padahal kerasa bangett wkwkwk



 Kalau jujur ya, ada satu perasaan yang sering banget aku pura-pura nggak rasain: capek. Bukan cuma capek fisik, tapi juga capek hati, capek mikir, capek nge-manage semuanya biar tetap kelihatan "baik-baik aja."

Lucunya, kadang aku sendiri sadar kok aku bukan robot, tapi sering banget maksa diri buat terus kuat. Wkwk, klasik emak-emak ya. Di luar keliatan santai, bisa ngurus anak, rumah, kerjaan, semua jalan. Tapi di dalam hati kadang pengin banget rebahan sambil bilang, "Aku tuh lelah, tapi masih cinta kehidupan ini." 😅

Aku juga suka pura-pura nggak ngerasa sedih kalau ada hal yang nyentil hati. Kayak, "nggak papa kok," padahal dalam hati, yaa... papa banget 😆. Tapi makin ke sini aku belajar, ternyata nggak apa-apa loh buat ngakuin perasaan itu. Nggak bikin kita lemah, justru bikin lebih manusiawi. 

Allah pun kasih rasa bukan buat disangkal, tapi buat kita pahami dan olah dengan baik. Jadi sekarang, kalau lagi ngerasa sesuatu banget, aku coba ngobrol sama hati sendiri: "Iya, aku lagi sedih. Tapi insyaAllah ini juga bagian dari kasih sayang Allah."

Dan pada akhirnya, aku belajar buat nggak terlalu keras sama diri sendiri. Istirahat juga ibadah, menangis juga bukan tanda kalah. Kadang justru di situ Allah lagi ngajarin kita buat lebih lembut sama diri sendiri, dan lebih dekat sama-Nya. 💛






#JournalingDay8

Gimana biasanya aku nunjukin emosi: disimpan sendiri, meledak, atau aku bisa ceritain ke orang lain? Atau update story?



 Kalau ditanya gimana aku biasanya nunjukin emosi jawabannya mungkin nggak sesederhana "meledak" atau "cerita ke orang lain." Aku bukan tipe yang gampang meluapkan perasaan di depan banyak orang. Biasanya aku diem dulu, ngerasain semuanya pelan-pelan, sambil mikir apa yang sebenarnya aku rasain.


Kadang aku tulis di catatan pribadi, kadang di blog kayak gini. Rasanya lebih lega aja kalau bisa menuliskannya. Bukan karena pengin dilihat orang, tapi karena lewat tulisan aku bisa memahami diriku sendiri. Kadang juga aku update story singkat bukan buat curhat, tapi kayak ngasih kode kecil kalau "aku lagi nggak baik-baik aja, tapi masih bisa senyum." Kadang juga aku cerita ke orang yang udah aku percaya. 


Buatku, menulis itu cara paling aman untuk ngeluarin yang nggak bisa diucap. Nggak menyakiti siapa pun, tapi cukup buat bikin hati agak lega. Dan mungkin, lewat kata-kata itu, ada orang lain yang ngerasa relate dan tahu… mereka nggak sendiri.





#JournalingDay7

Selasa, 07 Oktober 2025

Kalau aku bisa ngobrol sama perasaanku, apa yang mau diceritakan ke aku?





Mungkin perasaanku akan cerita panjang. Tentang hari-hari ketika aku pura-pura kuat padahal hatiku capek. Tentang malam-malam yang penuh pikiran tapi kututup dengan senyum biar orang lain nggak khawatir. Tentang rasa marah sering kutahan, bukan karena aku nggak marah, tapi karena aku takut menyakiti orang yang aku sayang.


Perasaanku mungkin akan bilang,

"Kenapa kamu selalu nyuruh aku diam? Kenapa kalau aku sedih, kamu cepat-cepat bilang ‘udah ah, sabar’? Aku tahu kamu mau kuat, tapi sesekali nggak apa-apa kok kalau kamu rapuh. Aku juga pengen didengarkan tanpa dihakimi."


Dan aku mungkin cuma bisa terdiam. Karena aku sadar, selama ini aku sering melupakan bagian diriku yang paling jujur: perasaanku sendiri.


Kalau aku bisa ngobrol lebih lama, aku akan bilang ke perasaanku,

"Maaf ya, aku sering nggak adil. Aku janji mulai sekarang, aku akan lebih sering mendengarkanmu. Karena aku tahu, kamu bukan musuhku. Kamu bagian dari aku yang Allah titipkan agar aku belajar memahami, bersabar, dan bersyukur lebih dalam."


Kadang kita terlalu sibuk memperbaiki dunia luar, sampai lupa menenangkan dunia di dalam dada. Padahal, saat hati tenang, semuanya jadi lebih ringan.






#JournalingDay6





Senin, 06 Oktober 2025

Emosi apa yang bikin aku ga nyaman untuk aku akui?


Kalau jujur sama diri sendiri, ada satu emosi yang bikin aku agak nggak nyaman buat aku akui rasa marah.


Sebagai seorang emak yang pengennya tampil kalem, syari, dan jadi teladan buat anak, aku sering merasa seolah-olah nggak boleh marah. Padahal kenyataannya, aku juga manusia biasa yang capek, lelah, dan kadang kewalahan. Saat anak lagi ngeyel, rumah berantakan, atau ada hal kecil yang bikin hati nggak sesuai ekspektasi, rasa marah itu muncul tanpa permisi.


Nggak enaknya, setiap kali aku marah, aku jadi merasa bersalah. Seolah-olah marah itu tanda aku gagal jadi istri sholehah dan umma yang sabar. Padahal, justru di situlah Allah sedang menguji: sejauh mana aku bisa mengendalikan emosi, bukan meniadakan marah itu sendiri.


Aku belajar, marah itu wajar. Yang penting bagaimana aku menyalurkan dan mengelolanya. Bukan berarti harus memendam, tapi juga bukan meledak-ledak. Marah dengan cara yang tetap menjaga lisan, menjaga hati, dan ingat bahwa anak serta pasangan juga amanah dari Allah.


Jadi, meskipun rasa marah bikin aku nggak nyaman untuk aku akui, aku juga nggak mau pura-pura nggak pernah marah. Aku ingin belajar jujur sama diri sendiri, lalu pelan-pelan memperbaiki. Karena di balik rasa marah itu ada peluang untuk melatih sabar, dan semoga setiap usaha kecil ini bisa jadi jalan menuju ridha Allah.







#JournalingDay5

Jumat, 03 Oktober 2025

Kapan aku ngerasa tenaaaaaang banget? Kenapa tuh?



Assalamualaikum temen-temen… Aku mau cerita nih, kapan sih aku ngerasa tenaaang banget?


Pertama, habis shalat, apalagi shalat malam. MasyaAllah rasanya hati plong banget, kayak semua beban udah aku serahin ke Allah.


Kedua, pas lihat anak tidur pulas setelah seharian drama, tantrum, bikin emak jungkir balik langsung deh capeknya hilang.


Terus, kalau bisa duduk bareng keluarga, tanpa mikirin kerjaan, tanpa overthinking… itu tuh nikmat banget.


Dan terakhir, kalau berhasil nyelesain tugas atau kerjaan yang numpuk, rasanya legaaa luar biasa.


Kenapa bisa setenang itu? Karena di momen-momen itu hati tuh nggak lari ke mana-mana. Semua terasa cukup: cukup dekat sama Allah, cukup sama keluarga, dan cukup damai sama diri sendiri. Yaa Allah berikanlah kami ketenangan dan kesabaran Aamiin yaa Rabbal'alamin 🤲





#JournalingDay4




Emosi apa yang paling memberatkan perasaan?



Kalau dipikir-pikir, ternyata bukan pekerjaan rumah yang numpuk atau anak yang lagi tantrum yang bikin hati terasa paling berat. Justru, yang paling bikin lelah adalah emosi. Ada beberapa emosi yang kalau datang, rasanya seperti ada batu besar yang ditaruh di dada.


1. marah. Marah itu panas, bikin kepala penuh, dan sering kali setelahnya muncul penyesalan. Kadang aku sendiri suka heran, kenapa marah itu cepat sekali datang, padahal habis marah hati jadi jauh lebih capek.


2. kecewa. Rasanya berat banget ketika berharap pada sesuatu atau seseorang, tapi hasilnya nggak sesuai. Apalagi kalau yang bikin kecewa itu orang dekat. Luka kecil di hati bisa terasa dalam, meski nggak kelihatan dari luar.


Dan terakhir, rasa bersalah. Ini mungkin yang paling bikin perasaan tertekan. Ada hal-hal yang seharusnya bisa aku lakuin lebih baik, tapi kelewatan atau terlewat. Rasa bersalah itu kadang hadir dalam bentuk penyesalan yang lama banget hilangnya.


Semua emosi itu nyata adanya, dan mungkin memang bagian dari perjalanan hidup. Tapi aku belajar satu hal semakin aku mendekat pada Allah, semakin ringan beban itu rasanya. Karena ternyata bukan berarti emosi itu hilang, tapi hati jadi lebih lapang untuk menerima dan menghadapinya.


Semoga kita semua dikasih kekuatan untuk mengelola emosi-emosi itu, bukan dipenjara olehnya. Aamiin Yaa Rabbal'alamin 🤲






#JournalingDay3 

Rabu, 01 Oktober 2025

Hari ini aman? Okey? Atau gimana?



Bismillah,


Hari ini kalau ditanya, "aman? okey? atau gimana?" jawabannya: hectic banget! Dari pagi sampai malam, rasanya kayak roller coaster yang nggak ada berhentinya.


Mulai dari mau tidur aja sudah ribet. Bocil nggak mau berhenti main, padahal aku harus ikut kelas online. Abuynya baru pulang maghrib, dan langsung ngajak main lagi. Sementara aku masih struggling ngajakin bocil makan, yang tentu saja ditolak dengan alasan belum lapar. Begitu abuy pulang, eh langsung mau makan. Ya Allah, sabar, sabar…


Pagi tadi juga qadarullah suami insomnia. Banyak yang dipikirin sampai susah tidur. Aku sempat mijitin sebentar, alhamdulillah bisa merem walau cuma 15 menit. Tapi belum lama, bocil keburu bangun dan langsung ngomel, "Umma pergi sana, itu abuy neng!" Cemburuan banget kalau sama abuy, bisa-bisa emaknya jadi sasaran marah.


Drama belum selesai. Bocil maunya ikut kerja abuy sampai nangis. Aku pun ikutan ke pondok meski masih makan setengah. Begitu di kantor, aku tunggu lama, karena abuy bilang, "Tunggu aja nanti neng ajakin pulang." Kenapa aku ajak pulang? Karena dia belum mandi, dan pasti ada drama lagi setelah itu. Aku juga khawatir nanti ganggu abuy kerja, minta jajan yang nggak boleh, dan akhirnya biar diem dikasih HP. Eh, dengan santainya abuy bilang, "Pulang aja umma, biarin neng sama abuy." Ya Allah, kenapa nggak bilang dari tadi? Kesel, tapi ya sudah… akhirnya aku bujuk bocil pulang juga.


Belum selesai sampai situ. Setelah mandi, main lagi sama Fulanah. Terus muncul teman-temannya. Jadilah makin drama: nggak mau ke Ahe, harus nunggu main dulu sejam. Akhirnya dengan wajah sedih dan marah-marah dia mau ikut juga. Kadang aku harus tega, harus bujuk, demi disiplin. Antara kasian sama anak dan tanggung jawab, kadang hati ini galau juga.


Qadarullah hujan, tapi alhamdulillah bawa payung. Nunggu sebentar di rumah nenek pink, lalu lanjut ke Ahe.


Pokoknya, hari ini campur aduk. Fisik capek, emosi meronta-ronta. Tapi di sisi lain, alhamdulillah masih Allah kasih kekuatan buat jalanin. Aman bukan berarti tanpa masalah, tapi aman karena Allah jaga.


Semoga Allah selalu kasih kesabaran dan kelapangan hati untuk menghadapi hari-hari hectic seperti ini.

Aamiin yaa Rabbal ‘alamin 🤲😢




#JournalingDay2