Selasa, 30 September 2025
Hari ini aku paling banyak ngerasain perasaan apa? Coba akui
Setelah 30 hari ini apa kesimpulan terbesarku tentang tujuan dan keinginanku?
Nggak kerasa ya, September udah lewat aja. Rasanya campur aduk banget. Ada capeknya, ada senengnya, ada juga momen-momen yang bikin aku pengen nangis sekaligus ketawa.
Sebagai emak dengan peran dobel ngurus rumah, nemenin anak, ngajar privat, jadi istri, plus masih kuliah daring jujur aja nggak gampang. Kadang aku mikir, "Kok bisa sih ngadepin ini semua tiap hari?" Tapi ternyata, ya Allah yang kasih kekuatan.
Di bulan September ini aku belajar banyak hal:
๐ธ Lelah itu wajar, tapi jangan lupa istirahat.
๐ธ Nggak semua harus sempurna, cukup lakukan yang terbaik.
๐ธ Senyum anak, perhatian suami, bahkan obrolan kecil bisa jadi energi besar.
๐ธ Dan yang paling penting: jangan pernah jauh dari Allah, karena di situ letak tenangnya hati.
Jadi, apa yang aku rasain setelah 30 hari ini?
Aku merasa lelah, tapi bahagia. Sibuk, tapi penuh makna. Capek, tapi selalu ada rasa syukur yang nyelip di sela-sela aktivitas.
Semoga bulan depan bisa aku jalani dengan hati yang lebih lapang, iman yang lebih kuat, dan tetap jadi emak yang nggak cuma sibuk urusan dunia, tapi juga inget sama bekal akhirat.
Setelah 30 hari ini, aku sadar banget… tujuan dan keinginanku tuh sering banget bercampur aduk. Kadang pengen ini, kadang pengen itu. Awalnya semangat, tapi pas dijalanin yaa nggak semulus bayangan. Ada capek, ada males, ada rasa pengen nyerah juga.
Tapi dari semua itu, aku jadi ngerti satu hal: kalau tujuannya cuma buat diri sendiri, gampang banget drop. Tapi kalau balik lagi karena Allah, rasanya ada aja energi buat terus jalan, meski pelan.
Keinginanku juga ternyata nggak bisa semuanya aku kejar sekaligus. Ada yang harus disimpan dulu, ada yang pelan-pelan aku wujudkan. Dan itu nggak apa-apa. Yang penting nggak berhenti.
Jadi kesimpulannya, tujuan hidupku harus lurus karena Allah, keinginanku harus disaring biar nggak asal nurutin nafsu. Jalanin aja step by step, insyaAllah sampai juga kalau Allah ridho.
Ya Allah, luruskan niatku, kuatkan langkahku, dan jadikan setiap lelahku bernilai ibadah di sisi-Mu. Aamiin.
#JournalingDay30
Senin, 29 September 2025
Bagaimana aku akan mengingatkan diriku saat mulai lupa tujuan?
Kadang tuh ya, aku suka lupa sama tujuan awal. Lupa kenapa aku kuliah lagi, lupa kenapa aku masih semangat ngajar privat, bahkan lupa kenapa aku harus tetap sabar jadi istri dan ibu. Pokoknya kalau lagi capek banget, rasanya semua alasan itu buyar begitu aja.
Tapi biasanya, aku punya cara sederhana buat "ingetin" diriku sendiri.
Entah itu dengan ngomong pelan di hati, "Hei, kamu kan dulu mau ini karena Allah, bukan cuma karena orang lain." Atau kadang aku liat wajah anakku lagi tidur nyenyak, langsung keinget lagi alasan kenapa aku harus terus maju.
Ada juga momen pas lagi buka laptop buat ngerjain tugas kuliah, aku tiba-tiba malas banget. Nah di situ aku coba tarik napas terus bilang ke diri sendiri, "Ingat nggak, kamu dulu semangat banget daftar kuliah ini? Jangan nyerah sekarang."
Lucunya, kadang suami atau anak malah jadi alarm pengingat yang nggak disangka. Anak nyelutuk dengan kalimat polosnya, atau suami sekadar nanya, "₩Udah selesai tugasnya?" itu udah cukup bikin aku sadar lagi.
Jadi ya, cara aku mengingatkan diri saat mulai lupa tujuan itu simpel aja:
ngobrol sama diri sendiri, lihat orang-orang terdekat yang jadi alasan aku melangkah, dan balik lagi inget bahwa semua ini jalan ibadah.
Nggak selalu berhasil sih, kadang tetap aja masih kebawa malas. Tapi setidaknya, aku punya cara untuk balik lagi ke jalurnya.
#JournalingDay29
Apa janji yang aku buat hari ini untuk diriku sendiri?
Hari ini aku ingin membuat sebuah janji kecil untuk diriku sendiri. Bukan janji yang muluk-muluk, tapi janji sederhana yang bisa jadi pengingat saat lelah datang dan semangat mulai berkurang.
Sebagai seorang ibu dari satu anak, istri, guru privat, sekaligus mahasiswi daring. Ada waktunya capek, ada masanya ingin berhenti sebentar. Tapi justru di titik itu aku merasa perlu membuat janji supaya langkahku tetap terarah.
Inilah janji yang aku buat hari ini:
๐ธ Aku janji untuk tidak menuntut diriku sempurna. Cukup lakukan yang terbaik sebisaku hari ini.
๐ธ Aku janji untuk selalu bersyukur, bahkan ketika badan lelah dan pikiran penuh.
๐ธ Aku janji untuk menjaga hati tetap dekat dengan Allah, karena hanya dengan-Nya aku kuat.
๐ธ Aku janji untuk memberi waktu berkualitas bagi anak dan suami, meski sesibuk apapun.
๐ธ Aku janji untuk terus belajar dan berproses, walau langkahku kecil dan pelan.
Janji ini bukan sekadar tulisan, tapi doa. Aku tahu mungkin aku tidak selalu bisa memenuhinya dengan sempurna, tapi setidaknya aku punya pengingat untuk terus mencoba.
Semoga Allah beri kekuatan untuk menepati janji-janji kecil ini, dan menjadikannya bekal untuk hari-hari berikutnya. ๐ค
#JournalingDay28
Sabtu, 27 September 2025
Apa arti "berjalan bersama Allah" dalam mencapai tujuan hidupku?
Sebenarnya apa sih arti berjalan bersama Allah dalam mencapai tujuan hidup? Karena jujur, hidup ini nggak lepas dari banyak keinginan, target, dan cita-cita. Apalagi sebagai emak-emak, yang tujuannya sederhana: Bismillah izinkan aku jadi istri yang baik buat suami, Bersyukur, umma yang hadir penuh buat anak, sekaligus tetap berkembang dengan segala amanah di luar rumah.
Berjalan bersama Allah itu buatku artinya nggak melangkah sendiri. Setiap rencana, doa, bahkan hal-hal sepele kayak milih baju bocil buat pergi ๐ , kalau diniatkan karena Allah, rasanya jadi lebih ringan. Kita bukan cuma ngejar tercapainya tujuan duniawi, tapi juga ngejaga agar langkahnya sesuai dengan ridha-Nya.
Karena, kalau hanya mengandalkan diri sendiri, capek banget geeesss. Kadang gagal, kadang nggak sesuai ekspektasi. Tapi kalau selalu melibatkan Allah, hatinya lebih tenang. Ada rasa sabar, ada ikhlas, dan ada yakin bahwa Allah selalu punya rencana yang lebih indah.
Jadi, berjalan bersama Allah itu bukan cuma tentang berdoa ketika ingin sesuatu, tapi tentang menjadikan setiap langkah sebagai ibadah. Dari bangun tidur, ngurus rumah, ngajar privat, sampai belajar jadi mahasiswi daring pun, semua diniatkan karena Allah.
๐ธ Harapannya, semoga setiap tujuan hidupku bukan hanya tercapai, tapi juga penuh keberkahan, dan kelak bisa mengantarkanku, suami, dan anak-anak menuju ridha Allah, Dan Surga Firfaus Al-A'la Aamiin Yaa Rabbal'alamin. ๐คฒ✨
#JournalingDay27
Jumat, 26 September 2025
Apa bentuk rasa syukur yang bisa aku lakukan hari ini untuk hidupku?
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,
ุงِุบْุชَِูู ْ ุฎَู ْุณًุง َูุจَْู ุฎَู ْุณٍ : ุดَุจَุงุจََู َูุจَْู َูุฑَู َِู َู ุตِุญَّุชََู َูุจَْู ุณََูู َِู َู ุบَِูุงَู َูุจَْู َْููุฑَِู َู َูุฑَุงุบََู َูุจَْู ุดَุบَِْูู َู ุญََูุงุชََู َูุจَْู ู َْูุชَِู
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3)Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
#Rumaysho.com
Kadang aku sibuk banget sama rutinitas dari ngurus rumah, nemenin anak, ngajar privat, sampai tugas kuliah daring yang nggak ada habisnya. Capek? Iya. Tapi di balik semua itu, sebenarnya banyak banget nikmat yang Allah kasih dan sering aku lupa syukuri.
Akhirnya aku sadar, rasa syukur itu nggak selalu harus besar. Justru bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti ini:
๐ธ Ucap "Alhamdulillah" dengan sadar.
Bukan cuma di lisan, tapi benar-benar dirasakan di hati. Misalnya saat lihat anak sehat, atau saat bisa duduk sebentar sambil minum air hangat.
๐ธ Berbuat baik pada orang terdekat.
Peluk anak lebih lama, bikinin teh untuk suami, atau telpon orang tua sekadar bilang kabar baik. Itu juga bentuk syukur karena Allah masih kasih kesempatan membahagiakan mereka.
๐ธ Menikmati momen sederhana.
Main bareng anak tanpa gangguan HP, sholat dengan lebih khusyuk, atau sekadar makan dengan tenang.
๐ธ Gunakan waktu untuk hal bermanfaat.
Menyelesaikan satu halaman tugas kuliah, atau menambah hafalan Qur’an walau cuma satu ayat. Itu tanda syukur karena Allah masih kasih kesempatan belajar.
๐ธ Berbagi sekecil apapun.
Senyum, doa, atau cerita pengalaman yang mungkin bermanfaat buat orang lain.
Hari ini aku belajar bahwa syukur itu bukan hanya soal mengucap, tapi juga menikmati dan memanfaatkan nikmat yang Allah titipkan. Karena sejatinya, setiap detik hidup kita adalah alasan untuk berkata, "Alhamdulillah."
Semoga Allah jadikan kita hamba yang pandai bersyukur, dalam keadaan apa pun. ๐ค
#JournalingDay26
Kamis, 25 September 2025
Bagaimana aku bisa menjaga motivasi ketika mulai lelah?
Ada hari-hari di mana rasanya capek banget. Dari pagi udah ngurus rumah, nemenin anak main, nyiapin kebutuhan suami, lanjut siang atau sore ngajar privat. Malamnya… eh ternyata masih ada tugas kuliah online yang harus diselesaikan. Kadang aku mikir, "Kapan ya bisa rebahan tanpa mikirin apa-apa?"
Tapi realitanya, semua peran itu nggak bisa ditinggalin. Aku adalah seorang ibu, istri, guru, sekaligus mahasiswi. Berat? Iya. Tapi di sisi lain, aku juga bersyukur karena Allah masih kasih aku kesempatan belajar dan berproses di banyak jalan.
Biar motivasi tetap terjaga, aku biasanya lakukan hal-hal kecil ini:
1. Balik ke niat awal.
Kenapa aku kuliah lagi? Kenapa tetap ngajar? Kenapa tetap berusaha jadi istri dan ibu terbaik? Karena semua ini adalah jalan untuk beribadah dan membahagiakan keluarga. Ingat itu aja bikin hati jadi lebih kuat.
2. Ambil jeda sejenak.
Kalau lagi pusing tugas kuliah, aku alihkan sebentar dengan main sama anak atau tiduran. Ternyata setelah itu pikiran jadi lebih fresh.
3. Bagi waktu dengan realistis.
Nggak semua harus sempurna. Ada saatnya aku pilih fokus ke anak, ada waktunya fokus ke kuliah. Yang penting seimbang sesuai kemampuan.
4. Butuh support system.
Obrolan ringan sama suami, pelukan anak, atau sekadar chat sama teman kuliah daring bisa jadi booster semangat yang luar biasa.
5. Dekatkan diri sama Allah.
Ketika lelah datang, aku coba ingat bahwa semua peran ini amanah dari-Nya. Doa dan dzikir jadi penopang utama, karena tanpa pertolongan Allah, rasanya mustahil bisa sekuat ini.
Aku sadar, motivasi itu nggak selalu soal "semangat yang meledak-ledak". Kadang justru motivasi itu tentang bertahan, meski pelan. Tentang tetap maju walau capek. Dan tentang yakin bahwa setiap usaha kecil yang aku lakukan hari ini, insyaAllah ada nilai di sisi Allah.
Semoga Allah jaga hati dan langkah kita, para emak pejuang multi-peran. ๐ค
#JournalingDay25
Rabu, 24 September 2025
Siapa orang yang bisa jadi support system dalam perjalananku?
Kalau dipikir-pikir, perjalanan hidup ini nggak bisa dijalani sendirian. Aku butuh orang-orang yang bisa jadi sandaran, penguat, dan pengingat di saat lagi lemah.
Support system itu siapa sih? Kalau menurutku, mereka adalah orang-orang yang siap nemenin, ngedukung, bahkan ngingetin aku biar tetap di jalan yang benar. Dan aku bersyukur banget, Allah ngasih aku beberapa orang yang bisa jadi bukti dalam perjalanan ini.
Yang pertama pasti suami. Tempat aku curhat, tempat aku pulang. Kadang cukup dengar dia bilang "nggak apa-apa" aja udah bikin hati tenang.
Orang tua juga jadi support besar. Doa mereka itu rasanya luar biasa banget, jadi kekuatan yang nggak kelihatan tapi selalu ada.
Anak-anak pun sebenarnya support system juga. Senyum, pelukan, atau ucapan polos mereka bisa bikin capek langsung hilang.
Ada juga teman-teman dekat, sahabat yang bisa jadi tempat cerita tanpa takut dihakimi.
Tapi aku juga belajar, support system itu bukan cuma orang lain. Aku juga harus bisa jadi support untuk diriku sendiri. Nggak selalu gampang sih, tapi pelan-pelan aku belajar buat lebih sayang sama diri sendiri.
Dan tentu yang paling utama, Allah. Kalau semua orang nggak ada, hanya Allah yang selalu ada. Itu cukup bikin aku kuat lagi.
#JournalingDay24
Selasa, 23 September 2025
Love dari Afnan
Sore pekan lalu, sepulang dari Ahe aku sholat lalu lanjut masak seperti biasa. Afnan sempat ngajak main, jadi aku temenin dulu sebentar bikin gambar kesukaannya, baru lanjut lagi masak.
Pas lagi oseng-oseng, tiba-tiba Afnan datang dari belakang sambil nunjukin hasil karyanya. Dengan wajah polosnya dia bilang, "Umma, ini love buat Umma."
Ya Allah… capek rasanya langsung hilang. Aku peluk erat dia sambil bilang, "Love you too, Afnan sholihah, makasih udah buatin love buat umma sayang." sambil kuciumi pipinya. Terharu campur aduk.
Terharu campur aduk rasanya. Momen sederhana, tapi begitu berarti. Umurnya sekarang 3,5 tahun… waktu yang tidak akan pernah terulang.
Sehat-sehat terus ya, nak sholihah. Semoga Allah selalu jaga kamu, diberikan kesuksesan dunia dan akhirat, dan kelak menjadi penyejuk hati Umma dan Abuy. ๐คฒ๐
Senin, 22 September 2025
Cerita Subuh yang Penuh Kejutan
Apa yang perlu aku lepaskan agar bisa hidup sesuai keinginannya ku?
Kadang aku mikir, kalau mau hidup sesuai sama keinginanku, ternyata bukan cuma soal ngejar ini itu… tapi juga soal belajar melepaskan. ๐ฅน Karena nggak semua hal bisa aku bawa terus dalam perjalanan. Ada yang harus ditinggal biar langkahku lebih ringan.
Beberapa hal yang aku rasa perlu aku lepaskan:
1. Perfeksionis berlebihan. Aku sering ngerasa semua harus sempurna. Padahal jadi emak anak 1, guru, mahasiswi daring, istri, manusia biasa ya pasti ada kurangnya. Nggak apa-apa, yang penting tetap jalan.
2. Takut gagal. Ini berat banget, tapi kalau terus dipeluk, malah bikin aku stuck. Gagal itu bagian dari proses, toh masih bisa bangkit lagi.
3. Overthinking omongan orang. Jujur, kadang capek banget mikirin komentar orang. Tapi kalau aku terus-terusan mikirin, kapan aku jalannya? Jadi belajar cuek asal nggak salah di hadapan Allah.
4. Membandingkan diri. Liat orang lain kayaknya lebih berhasil tuh bikin hati ciut. Padahal, jalan hidup tiap orang beda. Aku punya waktuku sendiri.
5. Rasa malas yang kebablasan. Sesekali istirahat oke, tapi kalau terus-terusan ya bye bye tujuan. Jadi harus pintar-pintar bedain istirahat sama mageerr geeess.
Melepaskan hal-hal ini tuh kayak belajar ngurangin beban di tas. Rasanya lebih enteng, lebih lega, dan lebih fokus sama arah yang aku tuju. Hidup sesuai keinginanku bukan berarti semua gampang, tapi aku lebih berani melangkah tanpa harus keikat sama hal-hal yang nggak perlu.
Semoga Allah kuatkan aku buat terus belajar melepaskan, biar langkah ini makin ringan, dan hidupku makin sesuai sama yang aku impikan tentu aja dalam ridho-Nya. ๐คฒ
#JournalingDay23
Apa kebiasaan kecil yang bisa aku mulai untuk lebih dekat dengan tujuanku?
Kadang aku suka mikir, "Ya Allah, tujuan hidupku tuh gede banget rasanya, tapi kok langkahku masih kecil-kecil aja." ๐ Tapi makin ke sini aku sadar, justru yang kecil-kecil itu kalau dibiasain tiap hari, efeknya bisa gede banget.
Aku mulai bikin kebiasaan kecil yang insyaAllah bisa bantu aku makin dekat sama tujuan:
Nulis dikit tiap hari. Entah di notes HP, "hari ini aku ngapain buat lebih dekat ke tujuan?" Walau receh, tapi lumayan bikin hati tenang.
1. Curian waktu 10–15 menit. Apalagi emak ya, waktu tuh kayak harta karun banget. Jadi aku belajar nyolong waktu sebentar buat belajar atau ngerjain hal yang penting.
2. Doa setelah sholat atau pas sujud. Ini favoritku. Udah kayak ritual kecil. Habis salam, langsung nyebut tujuan sambil titip sama Allah biar dimudahin jalannya. ๐ฅน
3. Evaluasi sebelum tidur. Biasanya sih sambil selonjoran, tanya ke diri sendiri: "Hari ini aku maju dikit nggak sih?" Kalau nggak, ya besok harus ada langkah.
Lingkungan yang support. Entah itu temen, grup belajar, atau pasangan yang suka ngingetin. Karena kalau ada yang bareng, perjalanan jadi nggak berasa sendirian.
Ternyata kebiasaan kecil kayak gini bener-bener ngefek. Rasanya lebih ringan, nggak ngerasa stuck, dan yang paling penting: aku tau kalau aku lagi jalan, bukan diem aja.
Semoga langkah-langkah kecil ini jadi wasilah buat nyampe ke tujuan besar, tentunya karena Allah. Aamiin. ๐คฒ✨
#JournalingDay22
Apa doa terbesar yang sering aku panjatkan kepada Allah?
Sebenernya gak ribet-ribet banget. Hampir tiap kali doa, yang aku ucapin selalu aja balik ke situ lagi: semoga Allah jaga aku, orangtua ku, mertua dan keluargaku, dunia akhirat, dimudahkan segala urusan dunia dan akhiratnya, diberikan rahmat serta hidayahmu, selalu meninggalkan jejak kebaikan dimanapun kita berada.
Kadang kalimatnya beda-beda. Aku doain anak biar jadi anak shalihah, doain suami biar sehat dan dimudahin kerjaannya, minta rezeki lancar halal juga berkah, minta hati ini tenang. Tapi intinya sama: semoga Allah ridha, semoga kami dijaga terus sama Allah, dan semoga nanti pulangnya husnul khatimah masuk surga firdaus Al-'Ala itu kuncinya.
Aku ngerasa doa ini udah kayak napas aja. Tiap inget, tiap resah, tiap lagi seneng pun, ya doa itu lagi yang keluar. Rasanya kalau gak doa gitu, hati kayak kurang lengkap.
Mungkin emang itulah doa paling besar dalam hidupku, doa yang gak akan pernah berhenti sampai kapan pun.
#JournalingDay21
Jumat, 19 September 2025
Ngemil aja aku mah, ngemiliki kamuu๐
Ikut Anterin Abuy Pertama Kali Kuliah S2 ๐✨
Hari ini spesial banget, soalnya aku dan si kecil ikut nganterin Abuy kuliah perdana S2-nya. Rasanya campur aduk, antara bangga, haru, sekaligus semangat ikut kebawa.
Si kecil pun jadi saksi perjalanan baru ayahnya. Duduk manis sambil ngemil, kayak bilang dalam hati, "Semangat ya Abuy, Neng juga ikut nemenin." ๐ฅฐ
Buatku, momen ini bukan cuma soal Abuy yang mulai kuliah lagi, tapi juga tentang perjalanan keluarga kecil kami. Bahwa belajar itu nggak ada batasnya, dan perjuangan ini bukan cuma milik satu orang, tapi milik kita bersama.
Semoga langkah baru ini dimudahkan Allah, penuh keberkahan, dan bisa jadi jalan kebaikan untuk keluarga dan banyak orang. Aamiin. ๐ธ
Apa hubungan antara impianku dan kontribusi untuk orang lain
Kalau ngomongin impian, biasanya yang kepikiran tuh sesuatu buat diri sendiri: pengen sukses, pengen pinter, pengen bahagia. Tapi makin ke sini aku ngerasa, impian itu jadi lebih "berharga" kalau ada manfaatnya buat orang lain juga.
Contoh gampangnya, aku punya impian kuliah online. Awalnya biar aku upgrade diri aja. Eh ternyata, ilmu itu bisa aku kasih lagi ke sendiri atau anak-anak pas ngajar privat. Jadi bukan cuma aku yang naik level, tapi mereka juga kebawa naik bareng.
Atau impian punya keluarga harmonis. Itu kan kesannya pribadi banget ya. Tapi kalau keluargaku bahagia, anak juga tumbuh dengan baik, suami lebih semangat kerja, otomatis lingkungan kecilku juga kena dampak positifnya.
Dan nulis di blog ini, jujur aja awalnya cuma buat curhat dan nyimpen kenangan. Tapi kalau ada yang baca terus bilang "aku relate banget" atau "aku jadi semangat lagi," itu rasanya kayak… wow, ternyata impian recehku bisa jadi kontribusi juga. ๐
Intinya sih, impian itu bahan bakarnya aku. Kontribusi itu jejak yang ditinggalin. Kalau dua-duanya nyambung, rasanya hidup jadi lebih enak dijalani. ✨
Semoga setiap langkah kecil dalam mengejar impian ini selalu Allah ridhoi ๐คฒ. Semoga apa pun yang aku usahakan bukan cuma jadi kebahagiaan buat diri sendiri, tapi juga bermanfaat untuk orang lain.
Ya Allah, kuatkan aku untuk terus berusaha dengan ikhlas, luruskan niatku hanya karena-Mu, dan jadikan setiap impian yang aku kejar sebagai jalan menuju ridha-Mu. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. ๐ธ✨
#JournalingDay20
Jika hidupku sebuah buku judul apa yang cocok untuk bab saat ini? Seperti apa kisahnya?
Kalau hidupku dianalogikan kayak buku, mungkin bab yang lagi aku jalani sekarang bisa aku kasih judul: "Bab Baru perjuangan baru." ๐
Serius, bab ini tuh rame banget isinya. Dari pagi sudah disambut rutinitas emak-emak: nyiapin sarapan, beresin rumah, sampai nemenin anak main. Belum lagi tugas kuliah online yang kadang deadline-nya datang barengan dengan jadwal ngajar privat. Rasanya kayak punya dua dunia yang harus dipeluk sekaligus.
Tapi di balik ribetnya, ada juga banyak cerita seru. Ada momen haru pas anak tiba-tiba peluk sambil bilang "Ummaa love you" atau momen bangga waktu lihat anak didik berhasil baca lancar. Ada juga drama kecil kayak buru-buru nyerahin tugas online sambil dengerin anak ngoceh minta makan dan main nggak berhenti ๐คญ.
Bab ini mungkin penuh tumpukan agenda, tapi justru di sinilah aku merasa hidupku kaya cerita. Aku belajar sabar, belajar ngatur waktu, dan yang paling penting, belajar percaya kalau Allah selalu kasih cukup kekuatan. ๐ธ
Jadi kalau nanti aku baca ulang “buku hidupku,” bab ini pasti jadi salah satu favorit. Karena di sini aku benar-benar merasa hidup sebagai emak, istri, mahasiswi, dan guru privat, tapi tetap jalan terus dengan segala drama dan tawa. ๐
#JournalingDay19
Apa yang membuatku bangga pada diriku sendiri
Kadang kita terlalu sering lihat kekurangan diri, sampai lupa kalau sebenarnya ada hal-hal kecil yang patut kita syukuri dan bikin kita bangga. Bukan bangga dalam arti sombong ya, tapi lebih ke rasa syukur karena Allah masih kasih kekuatan buat terus jalanin peran kita. ๐ธ
Aku bangga karena masih bisa jadi istri dan ibu yang berusaha hadir, meski nggak selalu sempurna. Bangga juga karena tetap mau belajar, bahkan kuliah online sambil ngurus rumah dan anak. Itu bukan hal mudah, tapi alhamdulillah Allah kasih jalan dan support dari keluarga. ๐
Aku bangga karena masih punya semangat buat berbagi, entah lewat ngajar anak-anak atau sekadar nulis di blog ini. Kadang capek, kadang mau nyerah, tapi ada rasa lega ketika bisa bertahan.
Intinya, aku bangga bukan karena aku bisa, tapi karena Allah izinkan aku bertahan dan terus berusaha. Dan semoga langkah kecil ini jadi jalan menuju ridha-Nya. ๐คฒ✨
#JournalingDay18
Rabu, 17 September 2025
Jadi Mahasiswa Online, Rasanya...
Jujur aja ya, jadi mahasiswa online itu ternyata nggak kalah berat sama yang kuliah tatap muka. Bedanya, kalau kuliah offline kita sibuk bolak-balik kampus, kalau online itu ujiannya beda lagi: ujian leha-leha sama ujian ngurus tugas ๐ .
Kadang tuh ya, lagi pegang HP niatnya mau buka materi kuliah, eh malah ke-distract anak minta main, nangis, suami sakit dan masih banyak lagi. Astaghfirullah, ujian banget kan? ๐คญ Belum lagi kalau mati lampu. Nah, itu dia tantangan jadi mahasiswa online: harus lebih pinter nge-handle diri sendiri.
Belum selesai sampai situ, tugas-tugas kuliah online itu kadang suka numpuk kayak cucian. Kalau dicicil aman, tapi kalau ditunda-tunda... ya wassalam, jadi lembur tengah malam sambil mata udah tinggal 5 watt.
Di sisi lain, aku ini kan juga emak-emak sekaligus guru les privat. Jadi bayangin aja ya: pagi-pagi udah ngurus anak, siang les murid, malemnya masih harus buka laptop buat ngerjain tugas kuliah. Rasanya campur aduk antara bangga bisa jalanin semuanya, tapi juga pengen rebahan seharian penuh tanpa mikirin apa-apa.
Tapi ya begitulah, kuliah online ini jadi latihan banget buat aku:
1. Latihan manajemen waktu biar nggak keteteran.
2. Latihan disiplin diri biar nggak kalah sama godaan rebahan.
3. Latihan sabar kalau jaringan tiba-tiba ngadat, atau mati lampu pas lagi kelas Zoom.
Kalau dipikir-pikir, justru di sinilah hikmahnya. Jadi mahasiswa online itu bukan cuma belajar teori dari kampus, tapi juga belajar gimana caranya tetap jalan meski capek, tetap berjuang meski sibuk, dan tetap semangat meski dunia kayaknya ngajak leha-leha terus.
Akhirnya, aku cuma bisa berdoa semoga Allah mudahkan langkah kita semua yang sedang berjuang, entah itu jadi mahasiswa, emak-emak, guru, atau apapun peran kita sekarang. Semoga setiap lelah kita bernilai ibadah, setiap tugas jadi ladang pahala, dan setiap usaha kecil yang kita lakukan diberkahi Allah Ta’ala.
๐คฒ Allahumma inni as’aluka ilman nafi’an, wa rizqon thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan.
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang Engkau terima).
Ambil hikmahnya jika ada manfaat.
Hal apa yang bisa kulakukan untuk memberi manfaat untuk orang lain
Kadang kepikiran juga ya, "Aku ini udah ngasih manfaat apa sih buat orang lain?" Karena hidup kan bukan cuma soal diri sendiri, tapi juga gimana kita bisa ninggalin jejak kebaikan.
Kalau aku pribadi, mulai dari hal paling deket dulu: keluarga. Bisa nemenin anak belajar tanpa baperan, nyiapin makanan kesukaan suami, atau sekadar jadi pendengar curhat mereka itu udah pahala plus manfaat besar. Jangan remehin, karena keluarga itu ladang amal utama kita.
Trus, lewat ilmu yang aku punya. Walau nggak
banyak, tapi kalau bisa bikin murid lebih semangat belajar, atau ada yang tercerahkan lewat tulisan recehku di blog, itu udah bikin hati lega banget. Ilmu sekecil apa pun kalau dibagi, insyaaAllah ngalir pahalanya.
Belum lagi kebaikan receh sehari-hari: senyum sama tetangga, mendoakan teman diam-diam, atau nolong hal kecil kayak bawain barang. Kadang hal sederhana gini justru bikin orang lain ngerasa dihargai.
Dan jangan lupa, sedekah. Bukan cuma uang, tapi juga waktu, tenaga, perhatian, bahkan sekadar doa tulus. Kita nggak pernah tau doa mana yang Allah kabulkan.
Intinya, manfaat itu nggak harus gede. Yang penting konsisten, ikhlas, dan niatnya lillah. Biar hidup ini nggak cuma numpang lewat, tapi bener-bener ada artinya, meskipun sederhana. ✨
#JournalingDay17
Senin, 15 September 2025
Bagaimana aku ingin dikenang orang lain setelah aku tiada?
Pernah nggak sih kepikiran, kalau suatu saat kita udah nggak ada di dunia ini, orang-orang bakal inget apa tentang kita? Aku akhir-akhir ini kepikiran hal itu. Bukan karena mau sok serius, tapi kadang sebagai pengingat aja, biar hidup nggak cuma jalan gitu aja tanpa arah.
Kalau aku pribadi, aku nggak muluk-muluk. Aku cuma pengen dikenang sebagai istri yang berusaha taat sama suami, ibu yang sabar dan sayang sama anak-anak, juga teman yang apa adanya. Kalau orang bisa bilang, "dia orangnya baik, insyaaAllah tulus," udah cukup banget buatku.
Aku juga pengen dikenang sebagai orang yang selalu inget Allah dalam setiap langkahnya, meski aku tau masih banyak banget kurangnya. Minimal, ada doa yang terus ngalir dari anak-anakku, ada ilmu kecil yang bermanfaat buat murid-muridku, dan ada tulisan sederhana yang bisa jadi pengingat buat siapa aja yang baca.
Karena ujung-ujungnya, kita semua bakal balik ke Allah. Dunia ini cuma tempat singgah. Jadi, kalau ditanya gimana aku mau dikenang? Jawabanku sederhana: semoga orang inget aku sebagai hamba Allah yang berusaha, bukan yang sempurna.
Ya Allah, jadikan aku hamba-Mu yang selalu berusaha taat, jadikan keluargaku saksi kebaikan, dan tinggalkan jejak yang bermanfaat walau aku sudah tiada. Aamiin yaa rabbal'alamin ๐ฅฒ
#JournalingDay16
Bagiku hidup yang bermakna itu seperti apa?
Kalau ditanya, "Hidup yang bermakna itu apa sih buat aku?: jujur aja, aku bakal jawab: hidup yang bikin hati tenang dan Allah ridho. Karena percuma kan ya kalau keliatan happy di luar, tapi hati kosong dan jauh dari Allah.
Buat aku pribadi, hidup terasa bermakna kalau tiap hari ada niat lillah. Mau masak, nyapu, gantiin baju anak, bahkan nemenin murid belajar semua jadi ringan kalau inget ini juga ibadah. Jadi nggak cuma sekadar rutinitas, tapi ada pahalanya insyaaAllah.
Trus, hidup juga kerasa lebih hidup kalau bisa bikin orang lain senyum. Nggak harus yang wow banget. Kadang cukup doa kecil buat temen, sharing cerita sederhana di blog, atau sekadar jadi pendengar buat orang lain. Itu udah bikin aku ngerasa "Alhamdulillah, ada gunanya juga aku hidup." ๐
Dan pastinya, momen bareng keluarga itu priceless banget. Nemenin anak ketawa-tawa, ngobrol receh sama suami, atau sekadar makan bareng hal kecil gini seringkali lebih bikin bahagia daripada hal-hal besar yang kita kejar.
Jadi, buat aku hidup yang bermakna itu sesimpel: ada Allah di hati, ada manfaat buat sekitar, ada cinta di rumah, dan ada semangat buat terus upgrade diri. Nggak usah muluk-muluk, asal tiap hari ada langkah kecil menuju kebaikan, insyaaAllah hidup ini udah cukup berarti. ✨
#JournalingDay15
Sabtu, 13 September 2025
Apa hal yang aku takutkan kalau benar-benar mengejar keinginan ku tanpa melihat kondisi dan realita?
Kadang kita suka mikir gini ya, "andaikan aku bisa ngejar semua yang aku mau tanpa mikirin kondisi dan realita, enak banget tuh!" Tapiii… kalau dipikir lagi, ada rasa takut juga sih di hati.
Pertama, aku takut ngecewain orang-orang terdekat. Gimana coba rasanya kalau aku sibuk ngejar mimpi sendiri, terus amanah sebagai istri dan ibu jadi keteteran? Nggak mau banget rasanya bikin mereka merasa nomor dua.
Kedua, takut banget kalau ternyata gagal. Udah all out, udah ninggalin banyak hal, eh hasilnya nggak sesuai harapan. Bisa nangis bombay deh kalau udah gitu, huhu.
Ketiga, aku juga takut kehilangan hal-hal kecil yang sebenarnya priceless. Quality time bareng keluarga, ketenangan hati, sampai kenyamanan hidup yang sekarang udah ada. Jangan sampai semua itu hilang cuma karena aku terlalu maksa ngejar keinginan.
Dan yang paling bikin was-was, takut banget kalau ternyata jalan yang aku ambil malah bikin aku jauh dari ridho Allah. Karena tujuan utama hidup kan bukan sekadar "dapet apa yang aku mau", tapi gimana biar Allah ridho sama langkah kita.
Jadi yaa, punya keinginan itu wajar, bahkan bisa jadi motivasi. Tapi tetap harus ditimbang-timbang. Jangan sampai ambisi bikin kita lupa sama amanah, lupa sama realita, apalagi lupa sama Sang Pemberi jalan.
#JournalingDay14
Kalau aku punya 1 tahun tanpa batasan waktu dan uang, apa yang akan dikerjakan?
Kalau Punya 1 Tahun Tanpa Batasan Waktu dan Uang…
Kadang aku suka berandai-andai, gimana rasanya kalau punya satu tahun penuh tanpa harus mikirin waktu yang terbatas atau uang yang pas-pasan? Bayangin aja, nggak perlu mikir "besok kerja apa", "uangnya cukup nggak", atau "nanti gimana kalau habis". Rasanya pasti plong banget.
Kalau aku dikasih kesempatan itu, mungkin aku bakal bagi keinginan ini jadi beberapa bagian.
Pertama, untuk diriku sendiri.
Aku pengen banget nyelesein hal-hal yang sering tertunda. Misalnya, kuliah atau kursus yang selama ini cuma jadi wacana. Punya waktu dan dana tanpa batas pasti bikin belajar jadi lebih tenang. Selain itu, aku juga ingin jalan-jalan ke tempat-tempat yang cuma bisa kulihat lewat foto atau video. Rasanya pengen banget bisa menulis lebih banyak, bikin karya, atau mungkin nulis buku yang isinya pengalaman hidup sederhana.
Kedua, untuk keluarga kecilku.
Waktu satu tahun penuh tanpa sibuk mikir kerjaan itu impian banget. Aku bisa 100% nemenin anak, nemenin suami, liburan bareng, atau sekadar menikmati hari-hari tanpa terburu-buru. Kalau bisa, aku ingin membangun rumah impian, tempat yang nyaman untuk tumbuh dan berproses bareng-bareng.
Ketiga, untuk orang tuaku.
Satu tahun tanpa batasan waktu dan uang, tentu aku ingin sekali membahagiakan mereka. Mengajak orang tua jalan-jalan ke tempat yang mereka impikan sejak lama, menunaikan ibadah haji atau umrah bersama, atau sekadar membuat hari-hari mereka terasa ringan tanpa harus memikirkan beban hidup. Karena sejatinya, sebesar apa pun mimpi yang aku punya, orang tua selalu jadi bagian utama yang ingin aku bahagiakan.
Keempat, untuk orang lain.
Kalau ada rezeki tanpa batas, aku nggak mau cuma simpan buat diri sendiri. Rasanya pengen banget bikin rumah baca gratis, atau sekadar berbagi makanan ke orang-orang yang butuh. Aku juga ingin bisa bantu anak-anak yatim atau teman-teman yang kesulitan biaya sekolah.
Kelima, untuk Allah.
Kalau uang dan waktu nggak lagi jadi masalah, aku pasti pengen fokus ibadah. Pergi haji dan umrah berkali-kali, mempunyai panti asuhan, sekolah gratis untuk umum ataupun disabilitas, pergi ke Palestina berikan sumbangan, mempunyai travel agar bisa berangkatin semua orang yang aku kenal, belajar agama lebih dalam di tempat terbaik, atau sekadar menenangkan hati di masjid Nabawi.
Akhirnya, aku sadar: meski sekarang aku nggak punya waktu dan uang tanpa batas, sebenarnya selalu ada cara untuk memulai. Mungkin nggak semua keinginan bisa sekaligus tercapai, tapi sedikit demi sedikit, insyaAllah bisa diwujudkan. Dan yang paling penting, jangan nunggu "kesempatan sempurna" buat jadi lebih bermanfaat.
#JournalingDay13
Jumat, 12 September 2025
Apa yang membuatku iri pada orang lain, dan apa harus aku lakukan?
Apa sih yang membuatku iri pada orang lain? Ternyata jawabannya macem-macem geess. Ada kalanya aku iri melihat orang lain yang hidupnya lebih mapan, punya rumah lebih besar, atau fasilitas yang lebih lengkap. Kadang iri juga muncul saat melihat teman sebaya yang sudah meraih banyak pencapaian, sementara aku merasa jalanku masih tertatih. Bahkan ada juga rasa iri pada hal-hal kecil, seperti sifat orang yang sabar, tenang, atau lebih percaya diri dibanding aku.
Iri itu rasanya nggak enak banget. Seolah-olah hati jadi sempit, susah ikut bahagia dengan kebahagiaan orang lain. Tapi di sisi lain, aku sadar iri itu fitrah manusia. Bedanya, tinggal aku mau membiarkannya jadi penyakit hati, atau mengolahnya jadi energi positif.
Aku belajar bahwa iri bisa berubah jadi semangat asal diarahkan. Dalam Islam, ada yang namanya ghibthah rasa ingin seperti orang lain dalam hal kebaikan, misalnya iri pada orang yang diberi ilmu lalu membaginya, atau orang yang diberi rezeki lalu menginfakkannya. Itu iri yang justru dianjurkan, karena mendorong kita menambah amal.
Aku juga coba melatih diri untuk lebih sering bersyukur. Menulis daftar kecil hal-hal yang Allah kasih: kesehatan, keluarga yang mendukung, kesempatan belajar, bahkan kemampuan untuk menulis dan berbagi cerita. Semua itu nggak kalah berharganya, hanya saja kadang aku yang lalai melihatnya.
Satu hal lagi yang membantu, aku coba doakan orang yang membuatku iri. Awalnya terasa berat, tapi lama-lama hati lebih ringan. Kalimat sederhana seperti, "Ya Allah, berkahilah dia, dan berikan juga kebaikan untukku," bisa bikin hati jadi lebih tenang.
Dan yang paling penting: fokus pada jalan sendiri. Hidup ini bukan lomba siapa paling cepat sampai garis finish. Setiap orang punya waktunya, punya jalannya. Tugas utamaku bukan menyaingi orang lain, tapi memastikan hari ini lebih baik daripada kemarin.
Kadang iri memang datang lagi, tapi semoga kali ini aku lebih siap mengelolanya. AAMIIN YAA RABBAL'ALAMIN
#JournalingDay12
Kamis, 11 September 2025
Nilai apa yang selalu aku jaga dalam setiap pengambilan keputusan?
Jadi emak-emak itu tiap hari nggak lepas dari keputusan. Mulai dari yang kecil kayak, "Hari ini masak apa ya?" sampai yang besar, misalnya soal pendidikan, kerjaan, atau rencana jangka panjang.
Contohnya waktu aku kepikiran buat ambil kuliah online. Pertanyaan langsung muncul di kepala: "Aku bisa nggak ya? Sanggup nggak bagi waktunya?" Tapi alhamdulillah, suami udah kasih izin bahkan siap bantu urus anak kalau aku lagi kuliah. Nah, di titik itu aku mikir, kalau Allah kasih jalan, suami ridho, dan keluarga bisa saling support, kenapa nggak dicoba? Hayu-hayu wae, bismillah aja. Hehe ๐
Karena buatku, nilai utama dalam setiap keputusan itu jelas:
1. Ridho Allah → halal, berkah, dan semoga mendekatkan ke akhirat.
2. Ridho suami dan keluarga → biar rumah tangga tetap adem dan saling support.
3. Ketenangan hati → kalau hati terasa lapang, biasanya itu jalan yang benar.
Sisanya mah, aku belajar ikhlas dan percaya sama Allah. Karena kadang kita ragu, tapi kalau Allah udah kasih izin lewat banyak jalan yang dimudahkan, berarti itu bagian dari takdir baik yang harus disyukuri. ✨
Ya Allah, tuntun aku mengambil keputusan yang terbaik menurut-Mu, jadikan yang sulit terasa mudah, dan berkahilah setiap langkahku bersama keluarga.
#JournalingDay11
Selasa, 09 September 2025
Apa yang anggap aku sukses versi diriku sendiri?
Kalau orang lain ditanya soal sukses, mungkin jawabannya bisa macam-macam: punya rumah besar, mobil mewah, bisnis lancar, atau jabatan tinggi. Memang itu ga salah juga sih, aku juga pengen itu hihi. Tapi simplenya kalau aku ditanya, apa sih arti sukses versi diriku sendiri?
Jawabannya ternyata sederhana. Aku merasa sukses kalau aku bisa jadi diriku sendiri tanpa harus berpura-pura jadi orang lain. Kalau aku bisa tetap hadir buat keluarga kecilku, nemenin anak belajar dengan sabar (walau kadang harus tarik napas panjang dulu biar nggak meledak ๐ ), masakin buat suami dengan hati, dan tetap punya waktu buat menulis, meski cuma beberapa paragraf.
Aku juga merasa sukses kalau bisa lebih dekat sama Allah. Misalnya, bisa jaga sholat tepat waktu, bisa muroja’ah walau sedikit, atau bisa menahan diri dari marah di momen kecil sehari-hari. Karena aku percaya, sukses yang sebenarnya itu bukan diukur dari seberapa banyak yang aku punya, tapi seberapa ridho Allah sama aku.
Sukses versi aku itu saat aku bisa bilang dalam hati: "Ya Allah, aku mungkin belum sempurna, tapi aku sedang berusaha." Itu udah cukup bikin aku merasa berhasil di jalanku sendiri.
Jadi, kalau ditanya apa yang aku anggap sukses? Aku jawab: ketika aku bisa hidup tenang, ikhlas, bermanfaat untuk keluarga, dan tetap melangkah di jalan Allah. Itulah sukses versi diriku sendiri. ๐
#JournalingDay10
Kalau semua jalan terbuka, aku ingin mencoba jadi siapa?
Kadang aku mikir, kalau semua jalan terbuka lebar, aku pengen banget nyobain jadi siapa? Dan jawabannya, ternyata bukan orang lain, tapi versi diriku sendiri yang lebih baik.
Aku pengen jadi muslimah yang selalu lebih dekat sama Allah. Yang kalau sholat nggak cuma gerak badan, tapi bener-bener nikmatin ngobrol sama Allah. Yang bisa bangun tahajud tanpa drama berat bangun, dan hatinya selalu tenang karena yakin Allah selalu jagain.
Aku juga pengen banget jadi ibu yang sabar, yang nggak gampang meledak walau anak lagi drama full season. Ibu yang bisa ngajarin dengan kasih sayang, bukan cuma dengan nada tinggi. Karena aku tahu, anak-anak itu amanah, bukan beban dan aku pengen banget bisa terus nginget itu setiap hari.
Dan tentu aja, jadi istri sholehah yang bisa jadi penyejuk buat suami. Nggak harus selalu sempurna, tapi bisa jadi rumah buat dia pulang.
Kalau dipikir-pikir, semua yang aku pengen itu sebenarnya nggak jauh-jauh: jadi diriku sendiri, tapi versi yang lebih sabar, lebih ikhlas, lebih istiqomah. Versi aku yang lebih ridho sama takdir Allah, dan lebih cuek sama komentar orang.
Karena pada akhirnya, jalan terbaik itu bukan jadi orang lain, tapi jadi hamba Allah yang lebih taat, lebih bermanfaat, dan lebih bahagia dengan apa adanya.
Dan semoga, Allah bimbing selalu pelan-pelan. Aamiin ๐คฒ✨
#JournalingDay9
Minggu, 07 September 2025
Apa yang paling aku rindukan dalam hidup ini?
Kalau ditanya apa yang paling aku rindukan dalam hidup ini, jawabannya nggak sesederhana satu kata. Rasanya banyak sekali hal-hal kecil yang tiba-tiba muncul di kepala ketika kata "rindu" disebut.
Aku rindu masa-masa kecil, di mana hidup rasanya ringan banget. Nggak ada mikirin pindah kontrakan๐, nggak ada drama cucian yang numpuk, setrikaan, apalagi mikirin gimana cara bikin anak nggak ngambek pas belajar, udah masak maunya yang lain. Semua terasa sederhana: main sore, ngaji maghrib, main bareng keluarga, tidur pulas tanpa beban.
Aku juga rindu momen kumpul sama keluarga besar, yang sekarang makin jarang terjadi. Dulu rasanya gampang banget ketemu, sekarang sibuk masing-masing, rumah pun berjauhan. Kadang aku pengen sekali bisa balik duduk bareng, ngobrol ngalor-ngidul tanpa mikirin besok masak apa ya? Gimana caranya anak bisa lahap makan, gimana biar anak ga marah2, teriak2 aduuuh rasanya kayak mau meledak denger anak teriak2 tuh ๐คฏ
Tapi di atas semua itu, aku rindu perasaan tenang. Tenang yang datang ketika aku merasa dekat sama Allah, ketika ibadah terasa manis, ketika hati rasanya ringan banget tanpa banyak resah. Rindu itu yang paling dalam, karena aku tahu itu yang sebenarnya paling aku butuhkan.
Dan ya, kalau boleh jujur, aku juga rindu punya waktu "me time" yang utuh bisa minum teh hangat tanpa ada teriakan "umaaa mau jajan!" atau "Main sama aku yuk!" dalam lima menit pertama. ๐ Tapi mungkin justru di situlah seni jadi emak-emak: belajar menikmati rindu sambil tetap hadir di kenyataan.
Akhirnya, aku sadar kalau rindu ini bukan sekadar ingin kembali ke masa lalu. Rindu ini lebih ke arah doa semoga aku bisa merasakan lagi ketenangan, kebersamaan, dan manisnya iman. Karena pada akhirnya, itulah yang paling aku cari.
#JournalingDay8
Di titik ini, aku merasa hidupku sedang merasa hidupku menuju kearah mana?
Aku lagi ada di titik di mana kepalaku sering nanya ke hati sendiri: “Sebenarnya hidupku ini lagi menuju ke arah mana sih?”
Rutinitas sehari-hari jelas ada: bangun pagi, urus rumah, nemenin anak, masak, ngajar, ngobrol sama suami. Semua itu jalan terus. Kadang rasanya kayak udah ada GPS otomatis: bangun → dapur → cucian → anak → suami → repeat. Tapi kalau ditanya "arah", aku suka bengong sendiri, "ini jalan lurus apa muter-muter di bundaran ya?"
Ada kalanya aku merasa tenang, karena yakin setiap langkah kecil ini insyaAllah bernilai ibadah kalau diniatkan karena Allah. Tapi ada kalanya juga muncul rasa bingung, takut kalau aku cuma sibuk di permukaan, tapi lupa sama tujuan besarnya: mendekat ke Allah, jadi istri yang sholehah, jadi ibu yang sabar, jadi manusia yang bermanfaat.
Mungkin sebenarnya jawabannya sederhana: hidup ini memang bukan tentang aku yang harus tahu persis ke mana, tapi tentang aku yang tetap melangkah sambil terus berdoa, biar Allah tunjukkan arah yang benar.
Dan kalau lagi pusing mikirin "hidup ini mau ke mana", biasanya aku berhenti sebentar, tarik napas, lalu bilang dalam hati: "Ya Allah, bimbing aku. Oh ya Allah, mudahkan aku juga agar bisa sabar menghadapi anak yang lagi ngambekan, dan teriak-teriak kalau mau sesuatu ๐ฅฒ."
#JournalingDay7
Jumat, 05 September 2025
Apa hal kecil yang sering aku abaikan, padahal itu membuatku merasa damai?
Kadang aku suka heran sama diri sendiri. Kenapa ya aku sering cari-cari ketenangan di tempat yang jauh atau di momen yang "wah", padahal sebenarnya rasa damai itu ada di sekitar kita bahkan dari hal-hal kecil yang sering aku abaikan.
Seperti misalnya, menarik napas dalam-dalam. Sesederhana itu, tapi rasanya beda banget ketika aku benar-benar sadar dan pelan-pelan merasakan udara masuk dan keluar. Ada tenang yang tiba-tiba hadir, tanpa aku harus melakukan apa-apa lagi.
Atau ketika aku mendengar suara alam. Entah kicauan burung pagi, suara angin yang menyapu pepohonan, atau hujan yang turun deras di luar jendela. Sering kali aku biarkan itu lewat begitu saja, padahal kalau aku berhenti sebentar dan mendengarkan, ada rasa damai yang susah digambarkan.
Hal lain yang juga sering terlupa adalah membaca doa atau dzikir pendek di sela-sela aktivitas. Rasanya ringan banget ketika bibir ini melafalkan "Subhanallah" atau "Alhamdulillah", walau cuma sebentar. Tapi entah kenapa sering aku tunda-tunda, padahal justru di situlah letak ketenangan.
Ada juga momen sederhana seperti melihat wajah anak atau pasangan saat tidur. Sering kali aku hanya lewat tanpa benar-benar memperhatikan, padahal kalau aku pandangi sejenak, ada rasa syukur dan damai yang mengalir. Seakan Allah sedang mengingatkanku bahwa kebahagiaan itu ada di sini, di rumah, bersama orang-orang tercinta.
Ternyata, rasa damai itu tidak selalu datang dari perjalanan jauh atau momen istimewa. Ia hadir dalam hal-hal kecil yang sering kita anggap biasa. Hanya saja, aku yang sering terburu-buru, lupa berhenti, lupa menyadari.
Mungkin, PR-ku sekarang adalah belajar lebih sering melambat. Memberi ruang untuk menikmati hal-hal kecil, supaya hati ini bisa lebih banyak merasakan damai yang Allah titipkan setiap harinya. ๐ฟ
#JournalingDay6
Pindahan Dadakan Kek Tahu Bulat
Malamnya sebelum pindahan kita menikmati moment makan es krim dulu, karena sholihah udah tidur ๐
Kemarin aku nggak sempat journaling, padahal waktunya ada. Rasanya badan capek banget, pikiran juga penuh. Ternyata sebabnya… pindahan dadakan, kek tahu bulat.
Awalnya, Selasa pagi aku dan anak pergi ke Alfamart buat top up karena adikku ada keperluan urgent. Pulang-pulang, pas sampai depan rumah Mak Haji (pemilik kontrakan), aku sempat ngobrol sebentar soal bebek peliharaannya. Nggak disangka, dari obrolan bebek malah muncul kabar besar: kontrakan yang kami tempati akan direnovasi minggu itu juga.
"Kontrakan mau direnovasi, rumahnya jadi tingkat, bikin dapur sama garasi, jadi minta dikosongin minggu ini ya…" kata Mama Zaki, anaknya Mak Haji. Aku cuma bisa kaget. Serius nih? Kok mendadak banget?
Tapi aku jawab seadanya: "Oh gitu teh, iya nanti saya beres-beres dulu ya."
Alhamdulillah, kontrakan barunya dekat banget, cuma sekitar 20-30 langkah.
Dalam hati aku sempat mikir, "Kenapa nggak kasih tahu sebulan sebelumnya ya, biar bisa siap-siap?" Kan beberes itu nggak gampang, capek. Tapi mungkin karena pindahnya deket, jadi dianggap nggak masalah kalau mendadak.
Sore harinya aku cerita ke suami. Pas pulang kerja, bareng-bareng kami temui Mak Haji dan keluarga. Ternyata mereka sungkan juga, menantunya sampai bilang "maaf" karena sebenarnya nggak enak hati. Alhamdulillah, kontrakan baru sudah disiapkan wastafel. Rasanya seneng banget, setelah setahun jongkok terus tanpa wastafel. Nikmat yang sederhana tapi bikin hati lega.
Kalau diingat lagi, usia pernikahan kami baru mau masuk 5 tahun. Rasanya banyak kejutan-kejutan dari Allah. Doa-doa yang dulu sering dipanjatkan, perlahan satu-satu Allah kabulkan dengan cara-Nya sendiri. Aku jadi malu kalau harus marah-marah hanya karena disuruh pindah dadakan. Apalagi selama ini keluarga Mak Haji sudah banyak berbuat baik sama kami.
Setan sempat berbisik, bikin aku suudzon. Tapi aku lawan dengan mengingat lagi kebaikan mereka. Bisa jadi memang renovasi itu sudah jadi cita-cita lama, hanya ditahan selama aku tinggal di sana.
Akhirnya aku kembali berpikir: ini ujian kesabaran dan rasa syukur. Allah ingin aku belajar ikhlas, sekaligus mengingatkan bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
Aku tinggal di kontrakan itu sejak 2 November 2024, dan akhirnya harus pindah pada 3 September 2025. Nggak nyangka, ternyata cuma 10 bulan lebih sedikit. Walaupun sebentar, banyak banget kenangan yang terukir di sana. Dari hari-hari pertama menata rumah, mengisi ruang kosong dengan perlahan, sampai momen-momen sederhana bersama keluarga kecilku.
Kontrakan itu jadi saksi perjalanan kami hampir setahun. Ada capek, ada tawa, ada doa yang terpanjatkan. Rasanya singkat, tapi penuh arti. Dan akhirnya Allah atur, di bulan September 2025 kami pindah ke tempat baru dengan cerita baru.
Doaku, semoga renovasi rumah Mak Haji dilancarkan, para pekerjanya dijaga Allah, diberi kesehatan, dan keluarga mereka pun selalu diberkahi. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.
Dari kejadian ini aku belajar, hidup memang nggak selalu sesuai rencana. Kadang datang kejutan yang rasanya bikin kaget, capek, bahkan nggak siap. Tapi di balik itu, selalu ada kebaikan yang Allah sisipkan.
Pindahan dadakan ini membuat aku lebih banyak bersyukur: punya tempat baru yang lebih nyaman, punya tetangga yang baik juga sama seperti dikontrakan sebelumnya dan yang paling penting, punya kesempatan melatih sabar.
Aku jadi yakin, setiap perubahan yang Allah hadirkan meski awalnya berat pasti ada hikmahnya. Tinggal bagaimana kita menanggapi: mau marah-marah atau mau mengambil pelajaran.
Semoga aku bisa terus belajar bersabar, bersyukur, dan melihat segala sesuatu dari sisi baiknya. Karena kalau Allah yang atur, insyaaAllah hasilnya pasti yang terbaik. ๐ธ
Terima kasih, kontrakan Hijau, sudah menjadi saksi perjalanan keluarga kami. Semoga rumah ini tetap membawa keberkahan bagi siapa pun yang menempatinya setelah kami.
Dan untuk kami, semoga rumah baru juga membawa kebaikan, kenyamanan, dan menjadi tempat lahirnya banyak doa serta kebahagiaan baru ๐๐
Jika tidak ada yang menilai aku ingin hidup seperti apa?
Kalau dipikir-pikir, sering banget kita hidup seolah-olah sedang dinilai orang lain. Rumah harus rapi biar nggak malu kalau ada tamu, anak harus pinter biar dibilang hebat, aku sendiri harus terlihat sibuk biar dianggap produktif. Padahal capek juga kalau semua serba mikirin penilaian manusia.
Kalau nggak ada yang menilai, aku cuma ingin hidup sederhana. Bangun pagi tenang, nggak terburu-buru, bisa menikmati hari dengan syukur. Punya rumah yang nggak harus mewah, tapi jadi tempat pulang yang bikin adem. Anak-anak tumbuh dengan akhlak baik, cukup makan, cukup kasih sayang.
Aku ingin jadi istri yang nggak sibuk membandingkan diri dengan orang lain, tapi cukup fokus membahagiakan suami, menjaga keluarga, dan berusaha jadi ladang pahala di rumah.
Kalau tidak ada yang menilai, aku ingin lebih banyak mendekat ke Allah. Hidup bukan buat cari validasi manusia, tapi untuk ridho-Nya. Karena di akhirat nanti, yang menilai bukan manusia, tapi Allah.
Hidup sederhana, dekat dengan keluarga, dekat dengan Allah. Itu aja rasanya sudah cukup banget bestie.
#JournalingDay5
Apa yang sering aku kejar, tapi mungkin bukan yang benar-benar aku inginkan?
Sebagai seorang emak-emak, aku sering banget merasa hidup ini kayak lomba lari. Ada aja yang dikejar tiap hari. Dari hal kecil kayak beberes rumah biar rapi kinclong, sampai hal besar seperti pengen anak cepat bisa ini-itu, atau pengen ada pencapaian biar nggak kalah sama orang lain.
Tapi kalau direnungi dalam-dalam, ternyata banyak yang aku kejar itu bukan yang benar-benar aku butuhkan. Kadang aku ngejar biar dapat pujian orang, biar kelihatan berhasil. Padahal seharusnya yang aku cari hanyalah ridho Allah.
Aku juga sering ngejar kesempurnaan. Pengen jadi istri yang serba bisa, ibu yang nggak pernah salah, rumah rapi setiap saat. Padahal manusia memang tempatnya salah. Yang penting bukan sempurna, tapi istiqomah berusaha sambil tetap banyak berdoa.
Lucunya, aku kadang ngejar hal-hal duniawi yang sifatnya sebentar saja. Beli barang baru, punya sesuatu yang lagi tren. Senangnya cuma sebentar, habis itu hilang. Sementara hati tetap merasa ada yang kurang.
Akhirnya aku sadar, yang aku mau sebenarnya sederhana saja: hati yang tenang, keluarga yang sehat, anak-anak tumbuh dalam kebaikan, dan aku bisa istiqomah meniti jalan Allah. Karena kalau Allah ridho, maka semua lelah akan jadi ibadah.
#JournalingDay4
Rabu, 03 September 2025
Kapan terkahir kali aku merasa bahagia? Apa penyebabnya?
Kadang aku suka lupa untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: "Kapan sih terakhir kali aku benar-benar merasa bahagia?"
Kalau aku ingat-ingat, ternyata kebahagiaan itu sering datang dari hal-hal kecil yang sederhana. Misalnya, ketika melihat anak tertawa lepas setelah berhasil mengerjakan sesuatu yang sebelumnya ia anggap sulit. Atau saat suami pulang kerja dengan wajah lelah, tapi tetap menyempatkan senyum dan bertanya, "Hari ini gimana?"
Bahagia itu ternyata nggak harus menunggu hal besar terjadi. Justru, momen kecil itulah yang sering bikin hati terasa penuh. Ada rasa syukur yang mendalam karena Allah masih memberi kesempatan menikmati hari-hari sederhana bersama orang-orang yang aku sayang.
Seperti hari ini hectic banget kemarin bilang harus pindahan minggu2 ini, dan akhirnya sore langsung angkat2 barang. Pasti disetiap kejadian Allah berikan hikmah. Tetap slay dan happy beberes๐คฃ
Penyebab kebahagiaan terakhirku? Bukan karena punya barang baru, bukan juga karena pergi jalan-jalan jauh. Tapi karena aku merasa cukup, merasa ditemani, dan merasa dicintai. Sesederhana itu.
Dan aku jadi sadar, kalau ingin lebih sering merasa bahagia, kuncinya adalah banyak-banyak bersyukur. Menikmati yang ada, bukan sibuk mencari yang belum tentu kita butuhkan.
#JournalingDay3
Senin, 01 September 2025
Tiga hal apa yang membuatku merasa hidup bermakna?
Kadang aku suka mikir apa sih hal yang membuatku nggak sia-sia dalam menjalani hidup ini?
Karena ada hari yang dimana aku ngerasa capek tapi kayak ga ada progres apa-apa. Tapi disela-sela itu aku kadang mikir ada momen yang ternyata hidupku bermakna "Ya Allah ternyata hidupku ada gunanya juga"
Kalau aku renungkan 3 hal hidupku membuat bermakna:
1. Saat aku merasa dekat sama Allah sang khaliq
Nggak setiap hari aku bisa ibadah dengan sempurna. Kadang sholat masih keburu-buru, tilawah kepotong-potong dipanggil bocil. Tapi setiap kali ada momen aku bisa benar-benar khusyuk, bisa nangis di doa, atau sekadar merasa Allah itu deket banget, rasanya hati jadi penuh. Aku merasa, "ya Allah, inilah tujuan hidupku."
2. Keluarga kecilku
Jujur, keluargalah alasan terbesarku untuk bertahan. Kadang lelah ngurus rumah, anak rewel, atau hal-hal kecil yang bikin emosi naik turun, tapi pas lihat wajah suami dan anak-anak, semua rasa capek bisa reda. Mereka yang bikin aku semangat lagi, mereka juga yang bikin aku ingin jadi versi terbaik dari diriku.
3. Bisa bermanfaat buat orang lain
Aku bukan siapa-siapa, bukan orang besar yang punya pengaruh luas. Tapi setiap kali ada murid les yang semangat belajar karena aku, atau ada teman yang bilang merasa terbantu sama ceritaku, aku jadi ngerasa… mungkin memang sekecil itu peranku, tapi tetap ada maknanya.
Dan dari situ aku sadar, hidup yang bermakna itu nggak harus tentang pencapaian besar atau sesuatu yang heboh. Kadang cukup dengan merasa dekat sama Allah, punya keluarga yang jadi alasan pulang, dan bisa memberi manfaat walau sedikit. Itu sudah lebih dari cukup. Ya Allah jadikan hamba ini bisa lebih banyak memberikan manfaat untuk orang-orang Aamiin yaa rabbal'alamin ๐คฒ
#JournalingDay2
-
๐ Journaling Day 1: Mau Baca Buku Apa Bulan Ini? Hai, bulan lalu sempat ikut journaling tapi qadarullah hanya bertahan beberapa hari. Ada ...
-
Harapanku di bulan Juni ini, aku bisa lebih berusaha menjadi seorang ibu yang diberi kesabaran dalam menerima takdir yang telah Allah teta...
-
Jujur aja ya, jadi mahasiswa online itu ternyata nggak kalah berat sama yang kuliah tatap muka. Bedanya, kalau kuliah offline kita sibuk bol...






































